Angellie Nabilla: Mengupas Gen Z dari Perspektif Realitas

Gubuku.id – Gen Z, yang lahir antara 1996 dan 2010, sering menjadi topik hangat di media sosial, berita, dan televisi.

Namun, Enji memulai pembahasannya dengan menyadari bahwa banyak konten tentang Gen Z bersifat stereotipikal, menciptakan gambaran yang mungkin tidak sepenuhnya akurat.

Enji menegaskan bahwa memahami Gen Z memerlukan pandangan yang lebih mendalam daripada stereotip yang sering disematkan pada mereka.

Setiap generasi memiliki ciri khasnya sendiri, dipengaruhi oleh konteks sosial dan politik masa itu. Gen Z, tumbuh di era keterbukaan informasi, menghadapi tantangan unik, terutama dalam hal ekonomi.

Menurut McKinsey Health Institute, Gen Z merupakan konsumer media terbesar abad ini. Namun, popularitas mereka sering kali diimbangi dengan konten yang overgeneralized.

Enji mengajak kita untuk melihat melampaui stereotip dan mencoba memahami karakteristik sebenarnya dari Gen Z.

Gen Z, baik di Amerika, Eropa, atau Indonesia, menghadapi ketidakpastian ekonomi yang signifikan.

Banyak dari mereka khawatir tentang kesulitan mendapatkan peluang ekonomi, terutama dengan beban pinjaman kuliah di beberapa negara.

Di Indonesia sendiri, 3,8 juta Gen Z menganggur pada tahun 2021, menyoroti tantangan pekerjaan yang dihadapi generasi ini.

Ketidakmampuan sebagian Gen Z memiliki rumah juga menjadi perhatian serius.

Kondisi tata kota yang buruk dan harga properti yang tinggi menyebabkan sekitar 72% Gen Z di kota besar tidak memiliki rumah.

Ini bukan hanya masalah ekonomi, tetapi juga menciptakan dampak sosial yang signifikan.

Pendidikan diidentifikasi oleh Enji sebagai kunci utama untuk meningkatkan kehidupan Gen Z.

Dia menekankan perlunya memberikan pemahaman yang lebih baik tentang kehidupan sehari-hari mereka.

Stereotip negatif, terutama yang diperoleh dari media, dapat membentuk pandangan yang tidak akurat tentang generasi ini.

Enji juga menyentuh aspek kesehatan mental Gen Z.

Terpapar terlalu banyak konten kekerasan dan konflik dapat berdampak negatif.

Oleh karena itu, penting untuk memperhatikan dampak media pada kesejahteraan mental generasi ini.

Mengakhiri episode dengan mengundang penonton untuk membaca lebih lanjut, Enji merujuk kepada serial dari Project Multatuli yang membahas Gen Z dari perspektif underprivileged.

Ini adalah langkah positif menuju pemahaman yang lebih baik tentang tantangan yang dihadapi Gen Z.

Sebagai penutup, Enji mengajukan pertanyaan kepada penonton tentang topik apa yang seharusnya dibahas di episode selanjutnya, mendorong partisipasi dan keterlibatan langsung dari audiensnya.

Dengan demikian, “Chasing Reality” bukan hanya program hiburan, tetapi juga ajang refleksi untuk meresapi realitas generasi Z dengan lebih dalam dan menghindari stereotip yang kurang akurat.

Sumber : Malaka Project

Bagikan


Populer

Exit mobile version