Daftar Isi
- 1 1. Memahami Makna Sebenarnya dari Status Sosial
- 2 2. Menumbuhkan Sikap Empati dan Penghargaan
- 3 3. Menghindari Sikap Sombong dan Merendahkan
- 4 4. Belajar dari Tokoh Inspiratif
- 5 5. Menjalin Hubungan Sosial yang Sehat
- 6 6. Membangun Kesetaraan di Lingkungan Sekitar
- 7 7. Mengendalikan Perasaan Minder
- 8 Menghadapi Perbedaan dengan Hati yang Lapang
Gubuku.id – Dalam kehidupan sosial, kita pasti sering bertemu dengan orang-orang dari berbagai lapisan masyarakat. Ada yang hidup berkecukupan, ada pula yang hidup sederhana. Perbedaan ini dikenal sebagai status sosial, yaitu posisi seseorang dalam masyarakat berdasarkan faktor ekonomi, pendidikan, pekerjaan, dan pengaruh sosial.
Menurut sosiolog Max Weber, status sosial tidak hanya ditentukan oleh kekayaan, tetapi juga oleh penghormatan dan pengakuan dari masyarakat (sumber: Weber, The Theory of Social and Economic Organization, 1947). Artinya, meskipun seseorang memiliki banyak harta, belum tentu ia memiliki status sosial tinggi jika tidak dihormati lingkungannya.
Sayangnya, dalam praktik sehari-hari, perbedaan status sosial sering menimbulkan jarak antarindividu. Ada yang merasa lebih tinggi dan memandang rendah orang lain. Ada pula yang merasa minder dan enggan bergaul dengan mereka yang dianggap lebih “berada”. Jika tidak disikapi dengan bijak, hal ini dapat menimbulkan kesenjangan sosial dan menghambat hubungan antar manusia.
1. Memahami Makna Sebenarnya dari Status Sosial
Langkah pertama dalam menghadapi perbedaan status sosial adalah memahami maknanya secara mendalam. Status sosial tidak selalu mencerminkan nilai pribadi seseorang. Ada orang yang mungkin memiliki kekayaan besar, namun tidak sombong. Ada pula yang hidup sederhana tetapi memiliki hati yang luhur dan dihormati banyak orang.
Menurut Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) dalam modul Sosiologi SMA (2021), status sosial terbentuk dari dua hal: ascribed status (status yang didapat sejak lahir, seperti keturunan atau ras) dan achieved status (status yang diraih dari usaha sendiri, seperti pendidikan atau karier).
Dengan memahami hal ini, kita bisa belajar bahwa setiap orang memiliki perannya masing-masing di masyarakat. Tidak perlu merasa rendah diri atau berlebihan menilai orang lain hanya karena perbedaan status.
2. Menumbuhkan Sikap Empati dan Penghargaan
Empati adalah kunci utama untuk menghadapi perbedaan status sosial. Ketika kita berusaha memahami perasaan orang lain tanpa menilai, hubungan sosial akan terasa lebih hangat dan setara.
Menurut psikolog Daniel Goleman, empati adalah kemampuan untuk mengenali dan memahami emosi orang lain, serta merespons dengan penuh kepedulian (sumber: Goleman, Emotional Intelligence, 1995). Dalam konteks sosial, empati membantu kita untuk tidak terjebak dalam stereotip seperti “orang kaya sombong” atau “orang miskin malas”.
Misalnya, ketika bertemu teman yang memiliki kondisi ekonomi lebih rendah, cobalah untuk tidak mengasihani secara berlebihan, tetapi beri dukungan moral dan perlakuan yang sama. Sebaliknya, jika berinteraksi dengan seseorang dari kalangan lebih tinggi, tetaplah bersikap sopan namun tidak rendah diri.
Empati menjembatani jarak sosial yang mungkin terbentuk akibat perbedaan status.
3. Menghindari Sikap Sombong dan Merendahkan
Salah satu penyebab utama konflik sosial adalah kesombongan karena perbedaan status. Banyak orang tanpa sadar menunjukkan sikap merasa lebih baik karena jabatan, pendidikan, atau kekayaan.
Dalam ajaran banyak agama, termasuk Islam, kesombongan adalah sikap yang sangat dibenci. Rasulullah SAW bersabda, “Tidak akan masuk surga orang yang di dalam hatinya terdapat kesombongan seberat biji sawi.” (HR. Muslim).
Pesan ini sangat relevan dalam kehidupan sosial modern. Kesombongan justru membuat seseorang kehilangan rasa hormat dari orang lain. Sebaliknya, kerendahan hati mampu menciptakan suasana pergaulan yang sehat, di mana setiap orang merasa dihargai tanpa melihat statusnya.
4. Belajar dari Tokoh Inspiratif
Banyak tokoh dunia yang mampu menjembatani perbedaan status sosial dengan sikap bijak. Salah satunya adalah Mahatma Gandhi, tokoh asal India yang selalu berbaur dengan rakyat kecil meskipun memiliki pendidikan tinggi dan status sosial terhormat. Ia percaya bahwa kemanusiaan lebih penting daripada kekayaan atau kasta.
Di Indonesia, Ki Hajar Dewantara juga menjadi teladan. Meskipun berasal dari kalangan bangsawan, beliau memilih hidup sederhana dan mendirikan sekolah untuk rakyat biasa. Filosofinya yang terkenal, “Ing ngarso sung tulodo, ing madyo mangun karso, tut wuri handayani,” menunjukkan semangat kesetaraan dalam pendidikan dan sosial (sumber: Kemdikbud.go.id).
Kita dapat meneladani mereka dengan cara sederhana, seperti menghormati petugas kebersihan di tempat kerja, berbicara sopan kepada siapa pun, dan tidak membeda-bedakan teman berdasarkan status ekonomi.
5. Menjalin Hubungan Sosial yang Sehat
Perbedaan status sosial seharusnya tidak menjadi penghalang untuk menjalin hubungan baik. Kuncinya adalah komunikasi yang terbuka dan saling menghormati.
Menurut sosiolog Emile Durkheim, masyarakat yang kuat terbentuk dari solidaritas sosial, yaitu perasaan saling membutuhkan antarindividu dalam suatu komunitas (sumber: Durkheim, The Division of Labor in Society, 1893). Artinya, setiap lapisan masyarakat memiliki kontribusi penting, baik kaya maupun miskin, pejabat maupun pekerja biasa.
Dalam kehidupan nyata, kita bisa menerapkannya dengan cara:
-
Menyapa siapa pun tanpa melihat statusnya.
-
Menghargai pekerjaan orang lain.
-
Tidak menilai seseorang dari penampilan luar.
-
Memberi kesempatan kepada semua orang untuk berpendapat.
Dengan cara ini, hubungan sosial menjadi lebih sehat dan penuh kebersamaan.
6. Membangun Kesetaraan di Lingkungan Sekitar
Menghadapi perbedaan status sosial tidak cukup hanya dengan bersikap baik secara pribadi, tetapi juga dengan menciptakan lingkungan yang inklusif dan setara.
Misalnya, di sekolah atau tempat kerja, kita bisa mengadakan kegiatan bersama tanpa membedakan latar belakang ekonomi, seperti gotong royong, kerja bakti, atau berbagi ilmu. Kegiatan seperti ini membantu menumbuhkan rasa saling memahami dan menghapus jarak sosial.
Menurut penelitian yang diterbitkan oleh Journal of Social Issues (2020), interaksi antar kelompok dengan status sosial berbeda dapat mengurangi prasangka dan meningkatkan toleransi. Ini membuktikan bahwa perbedaan bisa menjadi kekuatan jika dikelola dengan baik.
7. Mengendalikan Perasaan Minder
Tidak sedikit orang merasa minder ketika berada di lingkungan yang status sosialnya lebih tinggi. Perasaan ini wajar, tetapi jika dibiarkan, bisa membuat seseorang menutup diri dan kehilangan kepercayaan diri.
Cara mengatasinya adalah dengan fokus pada nilai diri sendiri. Setiap orang memiliki kelebihan yang tidak bisa diukur dengan uang atau jabatan. Misalnya, ada orang sederhana yang memiliki empati tinggi dan suka membantu, yang membuatnya disukai banyak orang.
Menurut psikolog Carl Rogers, harga diri seseorang tidak ditentukan oleh pengakuan eksternal, melainkan oleh penerimaan diri yang positif (sumber: Rogers, On Becoming a Person, 1961). Jadi, penting untuk belajar menerima diri apa adanya dan tetap percaya bahwa kita berharga tanpa harus membandingkan diri dengan orang lain.
Menghadapi Perbedaan dengan Hati yang Lapang
Perbedaan status sosial adalah hal yang wajar dalam kehidupan masyarakat. Namun, yang terpenting bukanlah posisi sosial seseorang, melainkan bagaimana kita bersikap terhadap perbedaan tersebut.
