Bagaimana Menghadapi Rasa Iri dengan Kesuksesan Teman

Gubuku.id – Rasa iri sering muncul saat kita mulai membandingkan diri dengan orang lain. Di usia 20-an hingga 30-an, masa yang sering disebut sebagai quarter life crisis, banyak orang mulai mengevaluasi arah hidupnya — baik dari segi karier, finansial, maupun hubungan pribadi.

Menurut penelitian dari Psychology Today (2023), rasa iri biasanya timbul ketika seseorang merasa tertinggal dari standar sosial atau kelompok sebayanya. Media sosial memperkuat hal ini karena kita hanya melihat “highlight” kehidupan orang lain, bukan perjuangan di baliknya.

Misalnya, ketika temanmu mengunggah foto wisuda S2, liburan ke luar negeri, atau membeli rumah pertamanya, kamu mungkin merasa hidupmu berjalan di tempat. Padahal, seperti dikatakan oleh Dr. Sheryl Sandberg dalam bukunya Option B, “Kita sering lupa bahwa orang lain juga berjuang, hanya saja mereka tidak menunjukkannya.”

1. Sadari Bahwa Rasa Iri Itu Manusiawi

Langkah pertama untuk menghadapi rasa iri adalah menyadari bahwa itu hal yang manusiawi. Setiap orang pasti pernah merasakannya, termasuk orang-orang yang terlihat “sempurna”.

Menurut Verywell Mind (2024), perasaan iri sebenarnya bisa menjadi sinyal positif — tanda bahwa kamu memiliki keinginan untuk berkembang atau mencapai hal yang sama. Namun, yang membedakannya adalah bagaimana kamu meresponsnya: apakah menjadikannya motivasi atau malah sumber stres?

Cobalah untuk tidak menyalahkan diri sendiri. Akui perasaan itu dengan jujur. Misalnya, katakan pada diri sendiri, “Aku merasa iri, dan itu tidak apa-apa. Aku hanya perlu memahami kenapa aku merasa begitu.” Langkah ini membantu mengurangi tekanan emosional dan membuka ruang untuk refleksi diri.

2. Kurangi Kebiasaan Membandingkan Diri

Salah satu penyebab utama munculnya rasa iri adalah kebiasaan membandingkan diri secara berlebihan. Di era digital, kita sering terjebak dalam budaya comparison trap — membandingkan hidup nyata kita dengan versi terbaik orang lain di media sosial.

Penelitian dari University of Pennsylvania (2018) menemukan bahwa mengurangi waktu bermain media sosial hanya 30 menit per hari dapat menurunkan tingkat depresi dan perasaan iri secara signifikan.

Kamu bisa mulai dengan langkah kecil, seperti:

  1. Unfollow akun yang membuat kamu merasa tidak cukup baik.

  2. Fokus pada aktivitas yang kamu nikmati di dunia nyata.

  3. Menulis jurnal harian tentang hal-hal kecil yang kamu syukuri.

Dengan begitu, kamu akan lebih sadar bahwa setiap orang memiliki waktunya masing-masing untuk bersinar.

3. Ubah Rasa Iri Menjadi Motivasi

Alih-alih menjauh dari orang yang sukses, kamu bisa menjadikan mereka sumber inspirasi. Tanyakan pada diri sendiri:

“Apa yang bisa aku pelajari dari mereka?”

Menurut Forbes (2022), salah satu cara terbaik mengatasi rasa iri adalah dengan memandang kesuksesan orang lain sebagai cermin potensi diri, bukan sebagai ancaman. Misalnya, kalau temanmu berhasil di karier tertentu, lihat langkah-langkah yang dia ambil: apakah dia rutin belajar hal baru? Apakah dia berani mengambil risiko?

Baca Juga :  5 Cara Menemukan Passion Kerja yang Sesuai dengan Dirimu

Kamu bisa menggunakan energi iri itu untuk:

  1. Meningkatkan kemampuan diri.

  2. Merancang rencana karier atau keuangan.

  3. Memperluas koneksi profesional.

Dengan mindset ini, kamu tidak hanya mengatasi rasa iri, tapi juga bertumbuh secara nyata.

4. Fokus pada Perjalanan Hidupmu Sendiri

Setiap orang punya “timeline” hidup yang berbeda. Ada yang menikah muda, ada yang fokus karier dulu, dan ada pula yang menemukan passion di usia 30-an. Semua sah-sah saja.

Menurut Harvard Business Review (2021), orang yang memiliki self-defined success — yakni ukuran sukses berdasarkan nilai pribadi, bukan standar sosial — cenderung lebih bahagia dan puas dengan hidupnya.

Mulailah dengan menulis:

  1. Apa arti sukses menurutmu?

  2. Apa hal-hal kecil yang membuatmu merasa bangga?

  3. Tujuan hidup apa yang benar-benar kamu inginkan, bukan sekadar karena orang lain melakukannya?

Saat kamu tahu arah hidupmu sendiri, kesuksesan orang lain tidak lagi menjadi ancaman, melainkan pengingat bahwa sukses juga bisa datang di waktumu sendiri.

5. Jaga Lingkungan Sosial yang Sehat

Lingkungan sangat berpengaruh terhadap kondisi mentalmu. Jika kamu berada di antara teman-teman yang saling mendukung, kamu akan lebih mudah merasa tenang dan termotivasi.

Menurut American Psychological Association (APA, 2023), memiliki dukungan sosial yang positif terbukti dapat menurunkan stres dan meningkatkan kesejahteraan emosional.

Kamu bisa mulai dengan:

  1. Menghabiskan waktu bersama teman yang bisa kamu percaya.

  2. Berdiskusi dengan mentor atau orang yang lebih berpengalaman.

  3. Menghindari obrolan yang terlalu berfokus pada perbandingan hidup.

Kalau kamu merasa terlalu lelah atau tertekan, tidak ada salahnya juga untuk mencari bantuan profesional seperti konselor atau psikolog. Kadang, bercerita kepada orang yang objektif bisa membuka perspektif baru.

6. Latih Rasa Syukur Setiap Hari

Rasa iri sering hilang ketika kita belajar bersyukur atas apa yang sudah dimiliki. Sebuah studi dari University of California (2020) menunjukkan bahwa menulis tiga hal yang disyukuri setiap hari dapat meningkatkan kebahagiaan hingga 25% dalam jangka panjang.

Mulailah dari hal sederhana:

  1. “Aku bersyukur punya pekerjaan meski belum sempurna.”

  2. “Aku bersyukur masih punya orang tua yang mendukung.”

  3. “Aku bersyukur bisa belajar hal baru setiap hari.”

Dengan rutin bersyukur, fokusmu akan berpindah dari apa yang “tidak dimiliki” menjadi apa yang “sudah cukup”.

7. Sadari Bahwa Kesuksesan Tidak Datang Seketika

Banyak orang terlihat sukses “tiba-tiba”, padahal mereka sudah berjuang bertahun-tahun. Seperti kata Angela Duckworth dalam bukunya Grit: The Power of Passion and Perseverance, kunci kesuksesan bukan hanya bakat, tetapi ketekunan dan konsistensi.

Jadi, jangan tergesa-gesa. Gunakan waktu ini untuk membangun fondasi yang kuat. Kesuksesan yang tumbuh perlahan justru lebih bertahan lama dan bermakna.

Menghadapi rasa iri terhadap kesuksesan teman bukan berarti menekan perasaan itu, melainkan memahami dan mengelolanya dengan bijak. Wajar merasa tertinggal, tapi jangan biarkan perasaan itu menghalangi langkahmu sendiri.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *