Daftar Isi
- 1 Mengapa Kebiasaan Positif Itu Penting?
- 2 1. Mulai dengan Kebiasaan Mikro
- 3 2. Tulis Tujuan Hidup Secara Jelas
- 4 3. Terapkan Teknik Journaling
- 5 4. Prioritaskan Kesehatan Fisik
- 6 5. Bangun Rutinitas Self-Care
- 7 6. Kurangi Perbandingan di Media Sosial
- 8 7. Bangun Jaringan dan Komunitas
- 9 8. Belajar Keterampilan Baru
- 10 9. Kelola Keuangan dengan Bijak
- 11 10. Minta Bantuan Jika Diperlukan
Gubuku.id – Quarter life crisis adalah fase ketika seseorang mulai mempertanyakan arah hidup, karier, relasi, hingga jati diri. Menurut penelitian yang dipublikasikan oleh Journal of Adult Development, sekitar 75% orang berusia 25–33 tahun mengalami fase ini karena tekanan terhadap karier, keuangan, dan standar sosial (Robbins & Wilner, 2001).
Di usia ini, kita mulai merasa dikejar waktu, takut gagal, atau membandingkan diri dengan orang lain. Perasaan ini wajar, dan cara terbaik melewatinya adalah dengan membangun kebiasaan yang sehat dan konsisten.
Mengapa Kebiasaan Positif Itu Penting?
Kebiasaan kecil memberi dampak besar dalam jangka panjang. Mengutip buku Atomic Habits oleh James Clear, perubahan besar dimulai dari kebiasaan rutin yang dilakukan secara konsisten setiap hari. Kebiasaan positif membantu kita:
- 
Mengelola stres 
- 
Meningkatkan kepercayaan diri 
- 
Menjaga kesehatan mental dan fisik 
- 
Mencapai tujuan hidup lebih cepat 
Kebiasaan memberikan struktur saat hidup terasa kacau, dan itu sangat membantu melewati masa quarter life crisis.
1. Mulai dengan Kebiasaan Mikro
Banyak orang gagal membangun kebiasaan karena memulai terlalu besar. Menurut riset dari European Journal of Social Psychology, butuh rata-rata 66 hari untuk membentuk kebiasaan, tergantung konsistensi dan tingkat kesulitannya (Lally et al., 2009).
Mulailah dari kebiasaan mikro seperti:
- 
Membaca 5–10 menit sebelum tidur 
- 
Menulis 3 kalimat di jurnal setiap pagi 
- 
Jalan kaki 10 menit setelah bangun 
Kecil, tapi konsisten.
2. Tulis Tujuan Hidup Secara Jelas
Ketidakjelasan tujuan sering menjadi sumber stres. Dengan menuliskan tujuan, kita jadi lebih fokus. Metode SMART (Specific, Measurable, Achievable, Relevant, Time-bound) dapat membantu.
Contoh tujuan SMART:
“Saya ingin menabung Rp500.000 per bulan selama 6 bulan untuk dana darurat.”
Studi dari Dominican University of California menemukan bahwa orang yang menuliskan tujuannya 42% lebih mungkin mencapainya dibanding hanya memikirkan (Matthews, 2015).
3. Terapkan Teknik Journaling
Journaling membantu mengenali emosi dan pikiran. Menurut Harvard Medical School, menulis jurnal dapat menurunkan kecemasan, meningkatkan kontrol emosi, dan membantu proses penyembuhan mental.
Format sederhana yang bisa dicoba:
- 
Apa yang saya rasakan hari ini? 
- 
Apa hal baik yang saya alami? 
- 
Apa pelajaran hari ini? 
Hanya butuh waktu 5–10 menit per hari.
4. Prioritaskan Kesehatan Fisik
Kesehatan mental sangat dipengaruhi fisik. Studi dari Harvard T.H. Chan School of Public Health menunjukkan aktivitas fisik teratur bisa menurunkan depresi hingga 26%.
Cobalah kebiasaan sederhana seperti:
- 
Jalan kaki 30 menit 
- 
Stretching pagi 
- 
Mengurangi junk food 
- 
Minum 2 liter air sehari 
Tubuh sehat → pikiran lebih jernih.
5. Bangun Rutinitas Self-Care
Self-care bukan kemewahan, tapi kebutuhan. Menurut Mental Health Foundation UK, self-care membantu menenangkan pikiran dan mencegah burnout.
Self-care sederhana:
- 
Tidur cukup 7–8 jam 
- 
Offline dari media sosial beberapa jam 
- 
Nonton film favorit 
- 
Skincare atau mandi air hangat 
Hal kecil tapi sangat membantu meredakan stres.
6. Kurangi Perbandingan di Media Sosial
Quarter life crisis sering semakin berat karena perbandingan sosial. Data dari Royal Society for Public Health menunjukkan media sosial meningkatkan kecemasan dan rasa tidak percaya diri, terutama pada usia 18–30 tahun.
Solusi sederhana:
- 
Batasi screen time < 2 jam sehari 
- 
Unfollow akun yang membuat insecure 
- 
Ikuti akun edukatif/positif 
Hidup bukan perlombaan.
7. Bangun Jaringan dan Komunitas
Punya teman berkembang itu penting. American Psychological Association menyebut dukungan sosial dapat mengurangi depresi dan meningkatkan kepercayaan diri.
Coba:
- 
Gabung komunitas online/offline 
- 
Ikut workshop dan kelas pengembangan diri 
- 
Bangun koneksi profesional di LinkedIn 
Lingkungan yang mendukung = motivasi bertumbuh.
8. Belajar Keterampilan Baru
Belajar membuat otak aktif dan meningkatkan percaya diri. Center on the Developing Child – Harvard University menyebut bahwa skill baru membantu otak membentuk koneksi baru dan meningkatkan kemampuan adaptasi.
Contoh skill:
- 
Public speaking 
- 
Bahasa asing 
- 
Skill digital (design, marketing, coding) 
- 
Manajemen keuangan 
Mulai dari kursus gratis seperti YouTube, Coursera, atau Ruangguru.
9. Kelola Keuangan dengan Bijak
Keuangan salah satu pemicu stres utama di usia 20–30an. Menurut Bank Indonesia, literasi keuangan membantu seseorang mengambil keputusan lebih baik dan hidup lebih tenang.
Kebiasaan kecil:
- 
Catat pengeluaran harian 
- 
Gunakan metode 50/30/20 
- 
Siapkan dana darurat minimal 3–6 bulan pengeluaran 
Keuangan rapi → pikiran lebih tenang.
10. Minta Bantuan Jika Diperlukan
Tidak semua hal harus diselesaikan sendiri. Jika krisis terasa berat, jangan ragu mencari bantuan profesional. World Health Organization (WHO) menekankan pentingnya konsultasi jika merasa stres berlebihan atau tidak mampu mengontrol emosi.
Bisa mulai dari:
- 
Konselor kampus 
- 
Psikolog online (Halodoc, Riliv, BhinnekaLife Mind) 
- 
Klinik kesehatan mental 
Mencari bantuan bukan tanda lemah — ini tanda dewasa.
Quarter life crisis bukan akhir, tapi awal membentuk versi terbaik dirimu. Dengan membangun kebiasaan positif secara konsisten, kamu bisa melewati fase ini dengan lebih kuat dan lebih jelas arah hidupmu.

 
				
			 
				
			 
				
			 
				
			