Daftar Isi
- 1 Apa Itu Quarter Life Crisis dan Mengapa Bisa Terjadi
- 2 Menerima Diri Sendiri: Kunci Menghadapi Quarter Life Crisis
- 3 Mengapa Hidup Tidak Selalu Sesuai Rencana Itu Normal
- 4 Cara Melatih Penerimaan Diri di Tengah Quarter Life Crisis
- 5 Manfaat Menerima Diri di Masa Quarter Life Crisis
- 6 Hidup Tidak Sesuai Rencana Bukan Akhir, Tapi Awal Baru
- 7 Terus Bertumbuh, Meski Hidup Tak Sesuai Ekspektasi
Gubuku.id – Setiap orang punya rencana hidup. Ada yang berharap di usia 25 sudah mapan, menikah, atau punya karier cemerlang. Namun, kenyataannya tidak selalu seindah itu. Banyak anak muda yang justru merasa tersesat, cemas, dan kehilangan arah — kondisi ini sering disebut sebagai quarter life crisis.
Menurut psikolog Alexandra Robbins dalam bukunya Quarterlife Crisis: The Unique Challenges of Life in Your Twenties, fase ini umumnya dialami oleh individu usia 20–30-an yang merasa bingung dengan arah hidup, pekerjaan, dan jati diri. Mereka merasa hidup orang lain berjalan lebih cepat, sementara dirinya masih “berjuang di tempat yang sama”.
Tidak ada yang salah dengan fase ini. Justru, quarter life crisis adalah tanda bahwa kita sedang tumbuh dan mulai mempertanyakan makna hidup secara lebih dalam.
Apa Itu Quarter Life Crisis dan Mengapa Bisa Terjadi
Secara sederhana, produktif (sekitar 20–30 tahun).
Menurut penelitian yang diterbitkan di British Journal of Guidance & Counselling (Robinson et al., 2017), lebih dari 70%quarter life crisis adalah masa ketika seseorang merasa ragu terhadap pencapaian dan masa depannya di usia anak muda pernah mengalami masa ini.
Beberapa penyebab utamanya antara lain:
-
Tekanan sosial, seperti melihat teman sebaya sudah sukses atau menikah.
-
Ekspektasi diri yang terlalu tinggi, merasa harus “berhasil” di usia muda.
-
Perubahan hidup yang cepat, seperti pindah kerja, kehilangan arah karier, atau gagal dalam hubungan.
-
Kurangnya dukungan emosional, terutama ketika merasa tidak ada yang memahami perasaan kita.
Fase ini bisa membuat seseorang merasa rendah diri, tidak berharga, bahkan kehilangan semangat untuk melangkah. Namun di sisi lain, krisis ini juga bisa menjadi momentum introspeksi dan pertumbuhan diri — asalkan kita belajar untuk menerima keadaan dan diri sendiri.
Menerima Diri Sendiri: Kunci Menghadapi Quarter Life Crisis
Salah satu cara paling penting untuk melewati masa quarter life crisis adalah menerima diri sendiri (self-acceptance).
Menurut psikolog Carl Rogers, penerimaan diri berarti mampu menerima kelebihan dan kekurangan tanpa menghakimi diri. Ini bukan berarti pasrah, melainkan memahami bahwa kita sedang berada di proses yang wajar.
Banyak dari kita merasa gagal karena membandingkan diri dengan standar orang lain. Misalnya, melihat teman sudah punya rumah, padahal kita masih berjuang membayar kontrakan. Padahal, setiap orang punya waktu dan jalan hidup yang berbeda.
Dengan belajar menerima diri sendiri, kita bisa berhenti memaksa hidup harus “sesuai rencana”, dan mulai menghargai setiap langkah kecil yang kita ambil hari ini.
Mengapa Hidup Tidak Selalu Sesuai Rencana Itu Normal
Banyak orang berpikir bahwa hidup harus mengikuti garis lurus — lulus kuliah, bekerja, menikah, sukses. Namun kenyataannya, hidup lebih seperti jalan berliku penuh kejutan.
Menurut sebuah artikel dari Psychology Today (2020), perubahan dan ketidakpastian adalah bagian alami dari kehidupan. Terkadang, kegagalan justru membawa kita ke arah yang lebih baik.
Contohnya, seseorang yang gagal di pekerjaan pertama bisa menemukan passion baru yang lebih sesuai dengan jiwanya.
Kita sering lupa bahwa rencana hidup hanyalah panduan, bukan kontrak tetap. Menerima bahwa hidup bisa berubah arah membantu kita beradaptasi tanpa kehilangan rasa percaya diri.
Hidup tidak harus selalu sesuai rencana — yang penting kita tetap belajar dan berkembang di setiap langkahnya.
Cara Melatih Penerimaan Diri di Tengah Quarter Life Crisis
Berikut beberapa langkah sederhana untuk melatih self-acceptance di masa sulit:
a. Sadari Bahwa Tidak Semua Bisa Kita Kontrol
Kita tidak bisa mengatur semua hal di hidup ini. Seperti yang dijelaskan oleh Brené Brown dalam bukunya The Gifts of Imperfection, terlalu keras menuntut diri hanya akan menambah rasa malu dan kecewa.
Cobalah fokus pada hal yang bisa kamu kendalikan, seperti usaha, niat, dan sikap — bukan hasil akhir.
b. Kurangi Perbandingan Sosial
Media sosial sering membuat kita merasa tertinggal. Padahal, yang terlihat hanyalah “cuplikan terbaik” dari hidup orang lain.
Menurut studi dari American Psychological Association (APA, 2021), terlalu sering membandingkan diri dapat meningkatkan stres dan menurunkan kepercayaan diri.
Cobalah batasi waktu di media sosial dan lebih banyak berfokus pada perjalanan pribadi.
c. Tulis Ulang Rencana Hidup
Jika hidup tidak berjalan sesuai rencana, bukan berarti gagal. Mungkin hanya perlu disesuaikan.
Tulislah ulang tujuan hidupmu berdasarkan keadaan sekarang. Buat rencana yang lebih realistis dan fleksibel. Misalnya, jika belum bisa punya rumah di usia 25, tidak masalah — fokuslah dulu pada stabilitas finansial.
d. Latih Mindfulness
Mindfulness atau kesadaran penuh membantu kita menerima hidup apa adanya.
Menurut penelitian dari Harvard Health Publishing (2018), praktik mindfulness terbukti efektif mengurangi stres dan meningkatkan kesejahteraan emosional.
Kamu bisa mulai dengan latihan sederhana seperti bernapas perlahan, menyadari pikiran tanpa menghakimi, atau menulis jurnal harian.
e. Beri Apresiasi pada Diri Sendiri
Setiap langkah kecil tetap berarti. Apresiasi diri bukan bentuk kesombongan, melainkan tanda cinta pada diri.
Katakan pada diri sendiri, “Aku sudah berusaha sebaik mungkin hari ini.”
Dengan begitu, kamu akan lebih mudah menerima bahwa hidup tidak harus sempurna untuk tetap berharga.
Manfaat Menerima Diri di Masa Quarter Life Crisis
Ketika kita mulai menerima diri sendiri, banyak hal positif yang berubah:
-
Lebih tenang menghadapi kegagalan. Kita tidak lagi melihat kegagalan sebagai akhir, tapi sebagai pelajaran.
-
Lebih percaya diri. Karena kita berhenti membandingkan diri dengan orang lain.
-
Lebih bahagia. Rasa syukur meningkat ketika kita menghargai proses, bukan hanya hasil.
-
Lebih siap berkembang. Penerimaan diri membuka ruang untuk perubahan tanpa tekanan.
Menurut Positive Psychology Journal (2019), individu dengan tingkat penerimaan diri tinggi memiliki kesejahteraan psikologis lebih baik dan lebih tahan terhadap stres.
Hidup Tidak Sesuai Rencana Bukan Akhir, Tapi Awal Baru
Kadang hidup justru membawa kita ke arah yang tidak pernah kita bayangkan, dan di sanalah kita menemukan versi terbaik dari diri sendiri.
Misalnya, seseorang yang gagal di dunia korporat bisa menemukan makna hidup baru lewat bisnis kecil atau kegiatan sosial.
Ingat, rencana bisa berubah, tapi nilai diri tidak.
Kegagalan bukan bukti bahwa kita tidak mampu — mungkin itu cara hidup memberi tahu bahwa kita butuh arah baru.
Seperti yang dikatakan Steve Jobs dalam pidatonya di Stanford University (2005):
“You can’t connect the dots looking forward; you can only connect them looking backward.”
Kadang baru setelah beberapa waktu kita sadar, bahwa semua hal yang tidak sesuai rencana ternyata membawa kita ke tempat yang tepat.
Terus Bertumbuh, Meski Hidup Tak Sesuai Ekspektasi
Quarter life crisis bukan tanda bahwa kamu lemah, tapi bukti bahwa kamu sedang tumbuh. Hidup tidak selalu sesuai dengan rencana, dan itu wajar.
Yang penting, kamu belajar untuk menerima diri apa adanya, tetap berusaha, dan tidak berhenti berharap.
